BOJONEGORO (indoshinju.com) – Suasana Alun-alun Kota Bojonegoro mendadak berubah dari biasanya, pada Sabtu sore (29/04/2016) ratusan orang berpakaian adat jawa tiba-tiba mendatangi kawasan yang berada di pusat kota tersebut.
Tua muda, laki-laki dan perempuan, mulai dari kakek dan nenek hingga anak-anak kecil, berjalan teratur dengan diiringi suara gong dan lantunan tembang Ilir-ilir karya Sunan Kali Jaga.
Begitulah awal dari prosesi yang mereka namakan Sedulur Sambong Sambang Selo Semar (Warga Sambong Mengunjungi Watu Semar).
Sontak kedatangan warga Desa Sambongrejo Kecamatan Gondang tersebut menarik perhatian ratusan warga kota yang sedang bersantai di sekitar Alun-alun Kota tersebut.
Muda-mudi yang sedang bermain basket, mereka yang sedang bermain tennis, pedagang di Alun-alun, sejumlah keluarga yang ada di lokasi, tak inginkehilangan momentum tersebut.
Mereka menghentikan kegiatan dan menyempatkan diri mengabadikan moment unik tersebut menggunakan kamera ponsel mereka.
“Ini adalah kemasan performance art yang dilakukan warga Sambongrejo tempat Watu Semar berada,” jelas Eko Prasetyanto, Kepala Desa Sambongrejo (29/04/2016).
Bukan sembarang performance art, ternyata prosesi yang dilakukan merupakan simbol-simbol tradisi di desa mereka dan mengandung makna spiritual bagi warga desa yang terbilang terpencil tersebut.
Saat tiba di sekitar Watu Semar, prosesi diawali dengan prakata dari salah satu kepala dusun setempat, yakni menjelaskan mengenai prosesi tersebut.
Seluruhnya menggunakan bahasa jawa, dengan suasana jawa yang kental seolah sore itu Alun-alun berubah menjadi bagaikan kehidupan di masa lampau.
Kepala Dusun Kaliasin desa setempat mengawali prosesi dengan berjalan rendah dan mengitari Watu Semar sebanyak 5 kali.
Diikuti dengan doa dari tokoh setempat, Kyai Mukayan, yang membacakan doa-doa dan wejangan singkat.
“5 (lima) adalah simbol dari jumlah dusun yang ada di Sambongrejo.” tambahnya.
Suasana mendadak hening, meskipun warga yang berdatangan semakin banyak, saat Kyai Mukayan memberi aba-aba untuk memulai doa.
Dalam doanya, Kyai Mukayan menyebutkan bahwa untuk memperoleh keberkahan, salah satu yang harus dijalani adalah melestarikan alam.
5 ibu-ibu yang merupakan para isteri dari kepala dusun, menyiramkan air dari dalam kendi ke tubuh Watu Semar.
“Kami terharu melihat itu semua, sungguh terlihat betapa mereka sangat menghargai lingkungannya.” ujar Sumartini, warga Ledok Kulon yang kebetulan berada di lokasi.
Air yang berasal dari 5 sendang di Desa Sambongrejo tersebut mengawali prosesi puncak Sedulur Sambong Sambang Selo Semar tersebut, yang diikuti dengan barisan perangkat yang berjalan sambil mengelus-elus tubuh Watu Semar.
Prosesi diakhiri dengan pembagian bekal yang diangkut menggunakan dua buah jodhang (keranda makanan dan bayi dari adat jawa).
“Monggo semua yang ada disini, silahkan dicicipi makanan dari desa kami.” kata Kyai Mukayan.
Seluruh prosesi yang dilakukan secara mendadak tersebut diakhir dengan kembali menembangkan Ilir-ilir. (C Mad As)