BOJONEGORO (indoshinju.com) – Sepotong potret kehidupan dikota minyak, kota Ledre, kota kaya raya, kota Bojonegoro, yang menarik perhatian Dunia untuk mengunjungi dan meraup lembaran dolar dari kota ini.
Seribu satu warna dan aneka ragam cara untuk mencari dan mengais rejeki di Kota Kaya raya ini, demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Ada yang bertahan dengan seni, ada pula perantau yang mencoba mengais rejeki di bumi AglingDarmo, yang kaya minyak terlihat gemerlap memikat bagaikan Berlian.
Ada sijuragan dari Jakarta yang menjilat bokong preman potensial Bojonegoro, bekerja di lingkaran minyak dan bergelut didalam lingkaran perda konten lokal, dan perusahannya menjadi komponen konten lokal, sempurna sulap berkualitas.
Kali ini, ada pula sang perantau asal Jogjakarta, pedangang wayang kulit yang mengadu nasib di Bojonegoro.
Musyafir pejuang kehidupan ini adalah Sukiman (50), pria ini mengaku sudah 16 (enam belas) tahun berjualan wayang kulit.
Dia berkelana, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainya.
Sebelum tiba dikota minyak ini, dia mengakui dari arah Kabupaten Tuban, kemudian bergeser hingga ke Bojonegoro.
Saat dikota lumbung Pangan dan Energi ini, kebetulan sempat berinteraksi dengan wartawan indoshinju.com.
Sukiman lantas menceritakan suka dan duka dalam menjajakan artefak seninya.
Dengan penuh kesabaran dia datangi dari pintu kepintu jajaran Dinas SKPD disetiap sudut kota ini.
Terkadang ada yang laku terjual kadang juga gak laku, “itu biasa mas (jenenge wong dagang), harga wayang kulit ini bervariasi mulai dari ratusan sampai jutaan tergantung besar dan kecilnya wayangnya”, kelakar Sukiman.
Diapun mengatakan kebanyakan pembelinya dari kalangan biasa hingga pejabat.
Sangat mengesankan apa yang dilakukan sukiman dengan benda seninya dia bertahan dan bersaing dengan kecanggihan tehnologi. (Dan Kw)