BOJONEGORO (indoshinju.com) – Gereja liar ditengarai semakin marak di Bojonegoro, di beberapa tempat, rumah tempat tinggal dijadikan tempat kebaktian bersama jemaat Kristiani. Aksi protes dari warga masyarakat setempatpun telah santer bergema, karena dinilai telah melanggar aturan pendirian tempat ibadah, namun kelompok minoritas Kristen tersebut tetap saja membandel. Tak pelak, rumah yang semula sebagai tempat tinggal tersebut kini keberadaannya seperti layaknya sebuah Gereja, namun ironisnya lagi, pihak aparat yang berwenang terkesan kurang serius menangani masalah ini. Umat Islam di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, saat ini patut waspada terhadap gerakan pemurtadan yang semakin gencar dilakukan oleh kelompok minoritas Kristen.
Pasalnya, belakangan ini gerakan mereka semakin berani dan mulai merambah beberapa pelosok desa yang mayoritas penduduknya Muslim. Modus yang mereka lakukan, yaitu giat mendirikan bangunan-bangunan rumah sebagai tempat tinggal di desa-desa. Setelah bangunan rumah tersebut berhasil mereka dirikan, lalu secara diam-diam mereka gunakan untuk tempat ritual peribadatan. Mula-mula sebatas untuk beberapa orang di dalam satu keluarga yang menempati rumah tersebut. Hal seperti itu nampaknya sengaja mereka lakukan, dengan maksud menunggu reaksi warga masyarakat di sekelilingnya. Sekiranya mereka rasakan aman dan tidak ada reaksi protes dari warga barulah jumlah jemaat mulai mereka tambah dengan mengundang jemaat dari luar desa tersebut, Itu pun dilakukan secara bartahap penambahannya, sebab mereka khawatir kalau didatangkan jemaat dari luar secara spontan dengan jumlah yang banyak akan memancing reaksi warga desa. Seperti halnya yang terjadi di Desa Kalirejo, Kecamatan Ngraho, Bojonegoro. Di desa yang berlokasi sekitar 40 kilometer arah barat dari pusat pemerintahan Kabupaten Bojonegoro, itu telah berdiri sebuah bangunan rumah pribadi yang kini dialih fungsikan sebagai tempat kebaktian Kristen sebagaimana layaknya sebuah gereja.
Rumah milik pendatang asal Manado bernama Paulus Kariyanto tersebut didirikan pada sekitar empat tahun yang silam. Semula hanya ditempati sebagaimana layaknya sebuah rumah hunian biasa. Sehingga, meskipun warga lingkungan tahu kalau penghuni rumah tersebut beragama Kristen, warga menerimanya dengan baik dan tetap menaruh hormat sebagai sesama warga desa. Bahkan, ketika tiba-tiba rumah tersebut digunakan sebagai tempat kebaktian rutin setiap hari Minggu, warga pun masih bisa mentolerir karena jemaatnya dilihat masih sebatas anggota keluarga Paulus Kariyanto sendiri yang jumlahnya tak lebih dari empat orang. Namun sikap toleransi yang sementara itu ditunjukan oleh warga Muslim tersebut, nampaknya ditanggapi lain oleh Paulus Kariyanto sebagai tanda bahwa warga tidak mempermasalahkan jika rumah kediamannya itu dialihfungsikan sebagai gereja. Terbukti, di kemudian hari Paulus Kariyanto mulai berani terang-terangan mendatangkan anggota jemaat Kristen dari daerah lain untuk melaksanakan kebaktian peribadatan bersama di rumahnya. Bahkan dalam sebuah acara kebaktian, pernah didatangi empat orang warga asing yang kabarnya dari Amerika.
Melihat sikap Paulus Kariyanto dan anggota jemaatnya yang berani nekad menyulap rumah tempat tinggal menjadi gereja, beberapa warga mulai merasa terganggu. Lebih-lebih tidak jauh dari rumah itu, terdapat sebuah mushola yang sehari-harinya juga digunakan aktivitas sholat berjamaah dan belajar mengaji anak-anak. Menurut Sholeh, kyai yang mengajar ngaji di mushola itu, kegiatan kebaktian di gereja itu sering berbenturan dengan aktivitas di mushola. Lagu-lagu pujian kepada Yesus mereka nyayikan dengan keras sambil diiringi dengan tepuk tangan riuh. Sementara di mushola sendiri sedang ada kegiatan sholat berjamaah atau anak-anak mengaji.
“Mereka seperti sengaja melakukan kebaktian itu bersamaan dengan ketika di mushola kami sedang ada aktivitas sholat atau anak-anak mengaji. Tentu saja, ini sangat menganggu” kata Sholeh kepada Suara Islam Online.
Sikap kelompok Kristen yang semakin berani itu akhirnya telah membuat warga Muslim tidak sabar lagi untuk bertindak. Sholeh bersama Lukman dan Umar, ketiganya tokoh Islam di desa setempat segera melaporkan permasalahan itu ke pihak pemerintah desa. Mewakili umat Islam di desa setempat, mereka bertiga memohon pihak desa untuk melakukan peneguran terhadap apa yang dilakukan oleh Paulus Kariyanto bersama jemaatnya. Tuntutan warga desa yang mayoritas Muslim, menghendaki aktivitas di rumah Paulus Kariyanto harus dihentikan karena tidak memiliki ijin pendirian tempat ibadah.
“Kami tidak akan mempermasalahkan jika mereka telah mempunyai ijin pendirian tempat peribadatan. Tapi karena faktanya mereka tidak punya ijin itu, seharusnya aktivitas kebaktian itu harus dilarang!” kata Lukman.
Laporan ketiga tokoh Muslim memang segera mendapatkan tanggapan dari aparat yang berwenang di wilayah tersebut. Pihak pemerintah desa dengan mengundang Muspika yang terdiri dari Kapolsek, Danramil, Camat dan Kepala KUA segera menggelar pertemuan dengan mendatangkan pihak terkait. Dalam pertemuan tersebut, akhirnya diputuskan agar kegiatan kebaktian di rumah Paulus Kariyanto yang seorang pendeta tersebut untuk sementara dihentikan. Selain itu pihak Paulus Kariyanto dihimbau agar segera mengurus ijin jika rumahnya akan dijadikan gereja. Namun apa yang terjadi selanjutnya, ternyata hasil pertemuan itu sama sekali tidak ada artinya. Paulus Kariyanto bersama anggota jemaatnya masih saja melakukan peribadatan kebaktian sebagaimana hari-hari biasanya.
Mereka sepertinya sudah siap dengan apa yang terjadi, terutama dengan protes warga. “Sementara ini kami masih sabar. Sebab, sebagaimana dalam pertemuan, mereka diberi waktu tiga bulan utuk mengurus ijin tempat ibadah itu. Kalau dalam waktu tiga bulan itu tidak ada ijin, kami akan mengambil langkah yang lebih tegas lagi,” tandas Lukman.
Tapi yang jelas, tambah Lukman, kalau mereka mau ngurus ijin pendirian tempat peribadatan atau gereja, warga desa tidak akan memberi tanda tangan persetujuan. Sebab, pendirian gereja di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim jelas bertentangan dengan aturan!. “Kami semua warga di lingkungan rumah Paulus Kariyanto, dengan tegas menolak pendirian gereja itu. Sebab, anggota jemaatnya saja tidak lebih dari lima orang. Sedangkan yang hadir tiap minggu itu jemaat dari luar wilayah sini,” kata Lukman.
Dan yang disesalkan warga Muslim di desa itu, pihak aparat sepertinya tidak bersikap tegas. Meski sampai sekarang kegiatan kebaktian itu masih berjalan, sama sekali tidak ada peneguran atau tindakan yang nyata dari aparat. Pendirian rumah sebagai tempat tinggal yang kemudian dijadikan tempat peribadatan kebaktian oleh umat Kristiani yang menjadi masalah tidak hanya di Desa Kalirejo saja. Menurut pengamatan Suara Islam, di Desa Ngraseh, Kecamatan Dander ada dua rumah hunian yang disulap menjadi rumah kebaktian. Juga di Desa Bakalan,Kecamatan Tambakrejo terdapat satu rumah yang juga dialihfungsikan sebagai gereja. Sudah berkali-kali diprotes warga, namun tetap saja bandel dan terus berjalan seperti tidak ada apa-apa. Protes warga bukanlah rintangan yang berarti bagi mereka. Dan mereka sepertinya sudah bisa menerka, kalau toh sampai terjadi gejolak massa, mereka pasti akan dalam posisi yang aman. Sebaliknya kelompok Islam yang justru akan dipojokkan, sebagaimana yang terjadi di Ceketing-Bekasi, kasus gereja Yasmin di Bogor dan di lain-lain tempat. Posisi umat Kristiani yang sering bikin ulah malah dibela mati-matian oleh LSM-LSM liberal dan media massa sekuler.
“Heboh kasus gereja liar seperti ini tak pernah tersentuh oleh media lokal di Bojonegoro, lebih-lebih media nasional. Padahal, ini sudah menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang merasa terganggu oleh ulah penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok kecil Kristen. Ini kan tidak adil”, kata Dwi Wahyono Abdul Karim al Haqq, Ketua Persaudaraan Wartawan Muslim Bojonegoro.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bojonegoro, Alamul Huda, ketika dikonfirmasi atas banyaknya rumah hunian yang disulap menjadi gereja, mengaku selama ini belum mendapatkan fakta itu. Malah dia mengaku baru tahu kabar itu dari Suara Islam. “Terima kasih atas infonya. Kami akan segera melakukan pengecekan,” katanya. (Abu Devi A.R)