KUNINGAN (indoshinju.com) – Membingungkan tentunya penggunaan dana bantuan (infrastruktur) IP yang digelontorkan pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Desa-desa, ibarat pepatah makan buah simalakama “dimakan ibu mati tidak dimakan bapak mati.” Dikatakan, simalakama yang harus dirasakan pemerintah desa karena imbas dari turun-nya anggaran IP di akhir tahun 2016 yang begitu Mepet juga mendesak dan ini bisa menjadi Boomerang.
Anggaran terlambat turun itu berpotensi bisa memunculkan pelanggaran administratif dengan adanya pelaksanaan pembangunan sebelum anggaran turun ” itu jelas Full financiring ” Nada ini di ungkapkan Hermawan salah satu aktifis pemerhati Kebijakan pemerintah di Kab Kuningan 13/01
Lanjutnya, mekanisme pelaksanaan kegiatan pra anggaran turun biasanya mengutang dahulu kepada toko material maupun kepada orang yang bermodal dengan keyakinan anggaran pasti turun dan pekerjaan tanggung jika tidak diteruskan sehingga full financiring terjadi. “Maka SPJ pun berpotensi direkayasa, karena tidak sesuai dengan titi mangsa turunya anggaran.”
Ditambahkan, selain full financiring, kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap undang-undang terkait tata kelola administrasi yang baik dan benar sangat besar potensinya. Menurut peraturan yang ada Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas akhir tahun anggaran adalah 31 Desember, sehingga setiap pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan kontrak tahun tunggal harus diselesaikan paling lambat tanggal tersebut karena pembayaran juga hanya dapat dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan.
Per tanggal 31 Desember administrasi penggunaan anggaran yang seharusnya sudah beres dan tertib akan terkangkangi. Pasalnya, akhir tahun anggaran yang seharusnya tidak lagi ada kegiatan, malah memulai pekerjaan.
Ini akan menjadi preseden yang negatif. Anggaran 2016 dilaksanakan tahun 2017 tanpa melalui mekanisme penganggaran kembali ditahun 2017 berarti melanggar kaidah yang ada. Padahal undang-undangnya sudah jelas, jikapun anggaran tersebut menjadi SiLpa harusnya ada petunjuk yang baku dari BPMD maupun pemerintah provinsi sehingga semua desa penerima bisa seragam mengalokasikan anggaran.
“Ini yang saya katakan bisa menjadi simalakama bagi pemerintah desa. Masa satu program dalam realisasinya carut marut, ada yang sudah dilaksanakan, ada yang lagi dilaksanakan dan ada pula yang menjadi silpa. Padahal turunya anggaran sama waktunya,”
Ditambahkan, Pemprovpun seharusnya tidak boleh begitu saja menurunkan anggaran. Hanya demi menghindari kesalahan, walaupun waktu mendesak dan mepet ke akhir tahun, anggaran diturunkan. Dan pemerintah desa harus mempertanggungjawabkan tanpa arahan yang jelas. Tutur Hermawan pada media ini
Terpisah, Kepala Desa Sangkanmulya Kecamatan Cigandamekar Kab Kuningan
H Dindin membenarkan bahwa anggaran turun diakhir tahun 2016. “Benar bantuan inprastruktur dari provinsi yang sebesar Rp 50 juta ( lima puluh juta ) Rupiah sudah turun Masuk ke rekening tanggal 29 Desember 2016, anggaran itu dialokasikan untuk pembangunan kantor balai desa.
“Saya langsung gunakan takut terpakai tidak berani jika anggaran disilpakan, Kami juga tidak menerima arahan maupun surat edaran dari pejabat BPMD Kab Kuningan tentang tata cara penggunaan anggaran Jika anggaran tahun 2016 di kerjakan tahun 2017 itu kesasalahan pemerintah provinsi yang menurunkan anggaran sampai terlambat. informasi yang didapat Rekan kepala desa yang lain di Kecamatan Cigandamekar informasinya ada yang disilpakan. Jadi tidak sama,” Ungkap Dindin. (Apif / Baim)