Musyafir Ngatemin, Ali, Dan Kuwat Para Pejuang Kehidupan

Bojonegoro (indoshinju.com)-Kata inilah yang setidaknya dirasa tepat untuk ketiga pejuang kehidupan ini.
Mereka adalah pedagang seruling bambu, sebuah alat musik tradisional, dan juga mainan anak-anak yang mulai tergusur oleh pesona gadget dengan berbagai macam permainan online didalamnya.Bagaiamana kisah hidup para musyafir ini dalam melewati kehidupan dalam perkelanaan mereka ?.

Indoshinju.com bersama dengan mereka dilapak milik Ngatemin.
Pak Ngatemin, Pak Ali, dan Pak Kuwat adalah warga Desa Semin, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul Daerah IstemewaYogyakarta.
Pagi yang cerah Rabu (29/09), saat para pejuang kehidupan ini singgah dikota Bojonegoro, tepatnya di alun alun Kota minyak ini.
Untuk menjawab rasa penasaran pagi itu Crew indoshinju.com sengaja nimbrung dilapak milik Pak Ngatemin.

Dalam percakapan singkat tersebut, ternyata didapatkan banyak sekali petunjuk yang mengejutkan dengan semangat mereka bekerja tanpa mengenal keluh kesah dan lelah. Lantang terdengar sendau pak kuat menawarkan dagangan seruling dilapak milik pak Ngatemin dalam bahasa Jawa kentalnya:

“semut mlakune mbrangkang nduwur di emut ngisor di grayang”. Bahasa ini berarti sebuah seruling yang ditiup dibagian atas dan di raba atau dibuka tutup dengan jari-jemari.

Bahwa sebenarnya warga negara indonesia ini tidak ada yang layak dikatakan malas, slogan Pemerintah yang bergumam Ayo Kerja, mengindikasikan stigma malas pada rakyat negeri ini.

Seperti halnya ungakapan Ngatemin, yang berkelana hingga ratusan kilometer untuk bekerja demi menyambung hidup:
“Saya orang Wonosari mas. Gunung Kidul Jogjakarta, ini berkelana, rencana saya ke surabaya, tapi singgah dulu disini (Bojonegoro.)”. Ungkap Ngatemin.

Ketika ditanya tentang bagaimana mereka beristirahat dan hasil penjualan perharinya, Ngatemin mengungkapakan;

“Saya tidur di masjid, kantor kecamatan, atau Balai Desa mas, kalau masalah hasil jualan itu tergantung Tuhan, saya menerima saja, karek sing ngecet lombok mas, kadang ya pahit, kadang ya manis”.

Tidak telintas rasa sedih dari sorot mata mereka, nampak jelas bahwa kehidupan dalam pengelanaan mereka dijalani dengan ihlas dan bahagia:
“setiap hari berjalan lbih dari 30km mas”.Tutur Ngatemin menambahkan.

Namun pantang surut semangat mereka demi menafkahi keluarga.
Ini sebuah pembuktian, bahwasannya rakyat indonesia bukanlah rakyat yang malas, kesengsaraan dan penderitaan rakyat selama ini adalah karena lemahnya system yang diterapkan pemerintah untuk rakyat dan para pemimpin negeri ini yang merem(menutup mata) dengan kondisi rakyat.

Lebih tertarik dengan gemerlap Rupiah, hingga dengan bangga mereka hidup mewah dari korupsi, memakan daging dan meminum darah serta keringat rakyat yang semestinya dilindungi dan disejahterakan. (isc)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *