Indoshinju.com– Nenek Tua renta yang masih berjuang demi hidup dan menantang bahaya, demi mencari makan untuk bertahan hidup.
Potret kehidupan di sebuah ruas jalan Pedesaan di wilayah Tuban, dan mungkin nenek-nenek pejuang kehidupan seperti ini hanya ada di Indonesia.
Negeri Maritim, Negeri Agraris, Negeri yang kaya raya Dengan sumber daya alam yang melimpah, namun banyak kalangan yang menilai Bangsa ini telah kehilangan jati diri sebagai bangsa yang merdeka, makmur dengan sumber daya alamnya yang melimpah.
Masih banyak ditemui diberbagai sudut negeri ini, kakek-kakek renta yang masih bekerja mencari sesuap nasi.
Nenek-nenek tua renta, yang masih berjuang dijalanan untuk mencari uang.
Militan, dan bisa dikatakan masyarakat indonesia adalah pejuang kehidupan, jauh dari kata malas meski di usia senja, jika hal itu dimaknai dari sisi positif.
Namun bagaimana jika dinilai dari sudut pandang yang lain ? bukanakah ini sebuah indikator bahwa kehidupan rakyat Indonesia masih jauh dari sejahteraan, untuk sebagaian besar masyarakat yang hidup di pedesaan, bahkan juga di daerah perkotaan masih kerap dijumpai kemiskinan yang mendera rakyat negeri ini.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Apakah sudah benar-benar dilaksanakan oleh Negara ?
Potret diatas dalah barometer dari rendahnya tingkat kesejahteraan kehidupan.
Nenek tua renta yang seyogyanya beritirahat menikmati hari tuanya dirumah, namun tidaklah demikian kehidupan Nenek tua ini.
Dengan sisa-sisa tenaganya menyusuri jalanan berdagan sayur dengan menumpang mobil pick Up, sesuatu yang berbahaya, akan tetapi ditempuh sang nenek demi menyambung hidup.
Apakah anak-anaknya tidak mampu merawat dan memberinya kehidupan yang layak dihari tuaya ?
Jika demikian, lalu dimana peran Pemerintah sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” ?
Jumlah gelandangan, pengemis, pengamen, dan anak jalanan yang terus bertambah di banyak kota besar, lebih mendorong seseorang mengartikan kalimat sesuai dengan kenyataan yang ada, dan pelaksanaanya oleh Pemerintah yang belum sepenuhnya bisa memberdayakan dan atau mempekerjakan aparaturnya dari tingkat kementerian sampai tingkat Desa Rt/Rw, untuk melayani masyarakat secara total.
Celakanya aparatur Negara yang memiliki tugas melayani masyarakat saat ini sering dijumpai berkelakuan buruk, bekerja penuh pamrih meski telah digaji Negara dengan uang rakyat.
Berbagai penyimpangan sering dilakukan, sehingga banyak program yang disunat, dikorupsi, bahkan tidak tepat sasaran, serta pelayanan yang buruk kepada masyarakat dari berbagai badan publik yang memiliki tugas melayani masyarakat.
Miris, dan rata-rata badan publik tersebut menjadi badan bisnis untuk mengeruk rupiah, dengan mengabaikan tupoksi yang semestinya.
Sampai kapan Negeri yang Kaya Raya dengan Sumber daya alamnya yang melimpah Ini akan dapat Menemukan jati dirinya, dan memakmurkan kehidupan rakyatnya sendiri, bukan menyusui negara asing yang sebantiasa menghisap sumber daya alam Negeri Indonesia Raya Ini ?
“Kebo bongkang nyabrang kali” sepenggal syair dalam tembang masyarakat Jawa yang bisa diartikan sebagai simbul bahwa kekayaan alam Indonesia dibawa lari menyeberang lautan oleh bangsa asing.
Kebo dalam khasanah Jawa juga disebut sebagai “Raja kaya, Hewan Piaraan Simbul Sebuah Kekayaan“. (Adi G)